Jumat, 06 Maret 2015

Penggunaan Ari-Ari Dan air seni dalam pengobatan


A.         Latar Belakang

            Kosmetika hampir tidak bisa dipisahkan dari kaum wanita. Tawaran untuk membuat diri menjadi cantik dan menarik merupakan janji yang selalu ditawarkan oleh produsen kosmetika. Kulit putih mulus, rambut hitam lurus panjang berkilau, badan langsing dan awet muda adalah gambaran ideal seorang wanita yang dibentuk di media massa.
            Perhatian dan kesadaran masyarakat tentang adanya penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kosmetika semakin meningkat. Lalu bagaimana dengan kesadaran konsumen tentang adanya penggunaan bahan-bahan haram dan najis dalam kosmetika? Berbeda dengan kesadaran konsumen terhadap kehalalan makanan, kesadaran konsumen tentang pentingnya kehalalan kosmetika masih terhitung rendah.
            Selain itu penggunaan kosmetika yang berlebihan juga dapat mengundang efek-efek kurang baik. Secara sosial kemanusiaan, penggunaan kosmetika yang terlalu tebal justru dapat mengubah makna kosmetika itu sendiri. Bahkan tidak jarang hal itu menjadi bahan tertawaan dan cibiran bibir orang jika tidak pantas lagi buat seseorang. Oleh karena itu dalam menggunakan kosmetika harus berkaca pada batas-batas kewajaran dan norma yang berlaku, jangan hanya berlandaskan tujuan yang tidak jelas.
            Menggunakan organ tubuh seperti ari-ari dan air seni untuk kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah haram hukumnya. Hal itu dikemukakan wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah DR. H. Abdullah Salim MA, di Semarang, menanggapi adanya pertanyaan dari warga kota Semarang yang menanyakan masalah status hukum meminum air seni dengan dalih untuk pengobatan.

B.         Rumusan Masalah

1.         Pengertian Organ Tubuh, Ari-Ari, dan Air Seni ?
2.         Bagaimana Kegunaan dan Hukum Ari-Ari Untuk Pengobatan ?
3.         Bagaiman Kegunaan dan Hukum Air Seni Untuk Pengobatan ?









BAB II
PEMBAHASAN

A.         Pengertian Organ Tubuh, Ari- ari dan Air Seni

1)        Pengertian Organ Tubuh

            Al Allamah Ibn Manzhur berkata "al-Juz" berarti sebagian. Bentuk Jamaknya adalah AJza." Dalam al-MuJam al-Wasith dikatakan, "al-Juz" berarti bagian dari sesuatu. Ia adalah sebuah bagian yang dijadikan untuk menyusun sesuatu bersama bagian yang lain.
            Sedangkan "al-Jism" adalah kumpulan badan atau anggota-anggota tubuh pada manusia, unta, hewan-hewan melata, dan Jenis-jenis makhluk lainnya. Jamaknya adalah "AJsam" dan "Jiisum." Adapun "al-Basyari" dinisbatkan kepada lafal "al-Basyar" yang berarti manusia. Bentuk ini (al-Basyar) berlaku untuk pola tunggal dan jamak, serta untuk pola mudzakkar (laki-laki) dan muannats (perempuan). Terkadang dibuat menjadi pola musanna (dua orang) dan terkadang dijamakkan menjadi "Absyar."
            Maksud dari Jaz al-Jism al-Basyari (organ tubuh manusia) disini adalah setiap potongan atau bagian yang terpisah dari tubuh manusia atau jasadnya, baik laki-laki maupun perempuan, muslim atau kafir, dan terpisahnya organ itu, baik ketika manusia itu masih hidup, maupun sesudah meninggal dunia.
            Sebagian Orang berpendapat bahwa beberapa organ tubuh manusia dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pangan, obat, dan kosmetika. Sebagian orang menjadikan beberapa anggota tubuh manusia untuk keperluan tertentu, seperti adonan roti, obat, kecantikan, dan lain sebagainya, Maka, pada zaman sekarang ini. manusia saling memangsa antara sebagian yang satu dengan sebagian lainnya.

2)        Pengertian Ari-Ari

            Ari-ari atau dalam istilah medisnya plasenta adalah organ yang terdapat di dalam rahim yang terbentuk sementara saat terjadi kehamilan. Organ ini berbentuk seperti piringan dengan tebal sekitar 1 inci, diameter kurang lebih 7 inci, dan memiliki berat pada kehamilan cukup bulan rata-rata 1/6 berat janin atau sekitar 500 gram.

3)        Pengertian Air Seni

            Air seni, air kencing, atau urin adalah nama yang semakna. Ia merupakan cairan sisa reaksi biokimiawi rumit yang terjadi di dalam tubuh. Meski zat buangan, urin manusia masih mengandung bahan kimia seperti nitrogen, fosfor, dan potasium. Bila menumpuk dan tidak dikeluarkan, maka akan menjadi racun yang malah membahayakan tubuh.

 B.        Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi Kepentingan Medis dan Kosmetika dan Hukumnya dalam Islam

1)        Plasenta

a.         Kegunaan
            Plasenta (Jawa : ari-ari; Arab : al-masyiimah) adalah organ yang berfungsi sebagai media nutrisi untuk janin dalam kandungan. Plasenta kaya akan kandungan darah, protein, hormon, dan zat lain. Plasenta dalam farmasi dan kosmetika selain berasal dari manusia juga berasal dari hewan mamalia, seperti sapi, kambing, dan babi.
            Awalnya plasenta digunakan dalam farmasi, karena plasenta memiliki fungsi luas. Misal untuk terapi immunodefisiensi, kehilangan protein akut akibat luka bakar, infeksi bakteri, dan lain-lain.
            Dalam perkembangannya, plasenta digunakan dalam pembuatan kosmetik, karena ekstrak plasenta dapat menjadi sumber protein yang berfungsi memperbaiki elastisitas kulit dan mencegah degenerasi sel. Produk-produk kosmetika yang mengandung ekstrak plasenta antara lain sabun mandi, lotion pelembab kulit, krim pemutih wajah, dan bedak.
b.         Kandungan Zat Dalam Plasenta
Plasenta lebih dari sekedar bantalan untuk bayi dalam rahim, tapi plasenta juga kaya akan protein, seng dan zat besi. Kandungan zat besi yang tinggi sangat bermanfaat untuk wanita yang mengalami trauma atau banyak kehilangan darah pasca kelahiran. Plasenta dalam bentuk ekstrak juga berfungsi membantu meningkatkan kemampuan kulit menyerap oksigen, menstimulisasi metabolisme sel, dan meningkatkan reproduksi sel. Bahkan plasenta memiliki sifat immunostimulator atau perangsang sistem imun tubuh.



c.         Hukum Menggunakan Plasenta Untuk Obat dan Kosmetik
            Hukum menggunakan plasenta untuk kosmetika dan obat dirinci sbb :
Menggunakan plasenta manusia untuk kosmetika hukumnya haram. Sebab plasenta manusia termasuk najis, sesuai kaidah fiqih : Kullu maa`i`in kharaja min al-sabilain najisun illa al-maniy (setiap cairan yang keluar dari dua jalan [dubur dan kemaluan] adalah najis, kecuali mani). Padahal memanfaatkan najis dilarang oleh syara’, sesuai firman Allah SWT: “Maka jauhilah dia [rijsun/najis] agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Ma`idah : 90).
            Najisnya plasenta ini adalah salah satu pendapat madzhab Syafi’i. Ada pendapat lain dalam madzhab Syafi’i yang menyatakan plasenta itu suci, tidak najis. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 37/282; Imam Nawawi, Al-Majmu’, II/563-564; Imam Syarbaini Khatib, Mughni Al-Muhtaj, I/130; Imam Ramli, Nihayatul Muhtaj, I/98).
            Namun meski dikatakan tidak najis, plasenta manusia tetap tak boleh dimanfaatkan. Sebab bagian tubuh manusia yang telah terpisah atau terpotong, misal tangan yang terpotong karena hukum potong tangan, hanya ada satu perlakuannya, yaitu ditanam (dikuburkan), bukan yang lain, sebagai penghormatan akan kemuliaan manusia (karamah al-insan). Jadi pemanfaatan plasenta manusia tidak boleh karena bertentangan dengan prinsip kemuliaan manusia. (QS Al-Isra` : 70). .
            Menggunakan plasenta untuk kepentingan pengobatan (farmasi), hukumnya boleh (ja`iz), baik plasenta manusia maupun hewan, baik hewannya memenuhi dua syarat di atas maupun tidak. Sebab melakukan upaya pengobatan dengan zat yang najis, hukumnya makruh, tidak haram. Dalil kemakruhannya karena meski ada hadis yang melarang berobat dengan zat yang haram (HR Abu Dawud, no 3376), tapi ada hadis lain yang membolehkan berobat dengan zat yang najis, yaitu air kencing unta. (Shahih Bukhari, no 226; Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, 1/367). Wallahu a’lam.

2)        Air Seni

a.         Kegunaan
            Di beberapa tempat di dunia ini dijumpai adanya kebiasaan dari masyarakat setempat yang memanfaatkan air kencing manusia untuk pengobatan terhadap suatu penyakit. Di India misalnya urine telah dianggap sebagai obat universal selama lebih dari 5.000 tahun. Di Eropa yang lebih dikenal dengan istilah ‘terapi urine‘.
            Gennady Malakhov, terkenal sebagai penganut terapi urine di Rusia, mengatakan bahwa kita harus menggunakan sejumlah air seni hampir setiap hari yang baik untuk pemulihan kesehatan. Dia menawarkan untuk minum air kencing dan menggunakannya untuk rubdowns dan enemas. Para pengguna terapi ini, mengatakan bahwa hal ini dapat menjadi obat mujarab dalam perawatan usus, ginjal dan penyakit hati.
            Sains modern tidak memiliki fakta untuk membuktikan efek positif dari terapi urine. Beberapa orang berkata bahwa penyembuhan dapat dicapai sebagai akibat dari efek placebo. Lain menggambarkan urine terapi sebagai contoh dari terapi hormon. Satu hal yang dikenal pasti: jika ada infeksi di urine, bisa mendapatkan satu penyakit lain ketika mereka menggunakan air kencing medis di tujuan.
            Adapun dari tinjauan syari’ah para ulama telah bersepakat bahwa muntah, air kencing dan kotoran manusia adalah najis kecuali jika muntah itu hanya sedikit maka dimaafkan atau air kencing bayi laki-laki yang hanya meminum air susu sehingga cara membersihkannya hanya dengan memercikkan air ke atasnya.
            Dengan demikian air kencing manusia tidak boleh digunakan untuk pengobatan suatu penyakit baik dengan cara diminum atau dioleskan kecuali pernyataan dokter muslim yang bisa dipercaya atau ketika tidak ada lagi obat yang suci yang bisa dipakai untuk mengobati penyakit tersebut, sebagaimana disebutkan oleh al ‘Izz Abdus Salam,”Diperbolehkan pengobatan dengan menggunakan sesuatu yang najis apabila tidak ada lagi obat yang suci untuk mengobatinya. Hal itu dikarenakan kemaslahatan kesehatan dan keselamatan lebih diutamakan daripada kemaslahatan menjauhi sesuatu yang diharamkan.”
b.         Zat Yang Terkandung Dalam Air Seni
1.         Air. Kandungan air dalam darah dikeluarkan dari tubuh jika konsentrasinya terlalu tinggi.
2.         Empedu. Berasal dari hasil perombakan sel darah merah di hati dan memberi warna kekuningan pada urine.
3.         Garam. Garam dikeluarkan untuk menjaga konsentrasi garam di darah supaya tidak berlebih.
4.         Urea (9,3 g/L). Merupakan hasil dari perombakan protein.
5.         Asam urat. Merupakan hasil dari perombakan protein.
6.         Amonia. Merupakan hasil dari perombakan protein. Amonia memberi bau pada urine.
7.         Obat-obatan. Obat-obatan dibuang supaya tidak menjadi racun dalam tubuh. Itulah sebab mengapa sehabis minum obat urine kita menjadi berbau seperti obat.
8.         Asam klorida (1,87 g/L) adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung
9.         Potasium (0,75 g/L) adalah Potasium adalah mineral yang punya banyak manfaat bagi tubuh untuk membantu menurunkan tekanan darah, berperan dalam fungsi kejut saraf (sebuah respons otomatis terhadap rangsangan), dan kontraksi otot.
10.       Gula. Gula ditemukan pada urine penderita diabetes dan tidak akan ditemukan pada urine orang yang sehat.
11.       Nitrogen merupakan unsur kunci dalam asam amino dan asam nukleat, dan ini menjadikan nitrogen penting bagi semua kehidupan.
12.       Kreatinin (0,67 g/L) merupakan produk hasil reaksi hidrolisis pada fosfokreatina yang terjadi di otot, yang terjadi dengan ritme yang cukup konstan (tergantung pada massa otot).
c.         Hukum Penggunaan Air Seni dalam Pengobatan
            Para ulama mengatakan bahwa pengobatan dengan sesuatu yang najis tidak diperbolehkan kecuali darurat (terpaksa). Adapun ketika dalam keadaan banyak pilihan, banyak tersedia obat yang halal maka hal itu tidaklah dibolehkan. Dalam rangka memberikan kejelasan pada masyarakat luas dan menghindari kesalahpahaman, secara khusus MUI dalam Munas yang lalu telah membahas masalah ini secara khusus. Hal ini menurut MUI karena banyaknya desakan dan keresahan yang timbul di masyarakat akibat pro dan kontra penggunaan organ tubuh manusia tersebut.
Najisnya Kencing
Dalam hadits disebutkan,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِى الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ  قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ.
“(Suatu saat) seorang Arab Badui kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan (kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram kencing tersebut.” (HR. Muslim no. 284). Hadits ini menunjukkan bahwa kencing manusia itu najis karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membersihkannya.
            Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Kotoran dan kencing manusia sudah tidak samar lagi mengenai kenajisannya, lebih-lebih lagi pada orang yang sering menelaah berbagai dalil syari’ah.” (Lihat Ar Roudhotun Nadiyah, 1: 22).
Setiap yang Najis Dihukumi Haram
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
كُلُّ نَجِسٍ مُحَرَّمَ الْأَكْلِ وَلَيْسَ كُلُّ مُحَرَّمِ الْأَكْلِ نَجِسًا
“Setiap najis diharamkan untuk dimakan, namun tidak setiap yang haram dimakan itu najis.” (Majmu’atul Fatawa, 21: 16).
            Mengenai kaedah di atas dijelaskan pula oleh Imam Ash Shon’ani rahimahullah, “Sesuatu yang najis tentu saja haram, namun tidak sebaliknya. Karena najis berarti tidak boleh disentuh dalam setiap keadaan. Hukum najisnya suatu benda berarti menunjukkan haramnya, namun tidak sebaliknya. Diharamkan memakai sutera dan emas (bagi pria), namun keduanya itu suci karena didukung oleh dalil dan ijma’ (konsensus para ulama). Jika engkau mengetahui hal ini, maka haramnya khomr dan daging keledai jinak sebagaimana disebutkan dalam dalil tidak menunjukkan akan najisnya. Jika ingin menyatakan najis, harus didukung dengan dalil lain. Jika tidak, maka kita tetap berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu suci. Siapa yang mengklaim keluar dari hukum asal, maka ia harus mendatangkan dalil. Sedangkan bangkai dihukumi najisnya karena dalil mengatakan haram sekaligus najisnya.” (Lihat Subulus Salam, 1: 158).
Minum Air Kencing Hewan yang Halal Dimakan
            Air kencing hewan yang halal dimakan, seperti unta, kambing atau sapi dihukumi suci. Dan jikalu dikonsumsi air seni (air kencing) tersebut dihukumi halal. Buktinya adalah hadits ‘Urayinin beriktum
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ
            Dari Anas bin Malik berkata, “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadist di atas menunjukan bahwa air kencing unta tidak najis, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan ‘Urayinin yang terkena sakit untuk berobat dengan meminum air susu dan air kencing unta. Beliau tidak akan menyuruh untuk meminum sesuatu yang najis. Adapun air kencing hewan-hewan lain yang boleh dimakan juga tidak najis dengan mengqiyaskan (menganalogikan) pada air kencing unta. Inilah yang jadi pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, sekelompok ulama salaf, sebagian ulama Syafi’iyah, Ibnu Khuzaimah, Ibnul Mundzir, Ibnu Hibban. Sedangkan Imam Syafi’i dan jumhur menyatakan najisnya kencing dan kotoran setiap hewan yang haram dimakan. Ibnu Hajar sendiri lebih cenderung pada pendapat yang menyatakan najis. Lihat Fathul Bari, 1: 338-339.
            Yang lebih tepat, air kencing unta tidaklah najis, termasuk pula hewan yang halal dimakan lainnya. Sebagaimana kata Ibnul Mundzir,
أن الأشياء على الطهارة حتى تثبت النجاسة
“Hukum asal segala sesuatu itu suci sampai ada dalil yang menyatakan najisnya.” (Fathul Bari, 1: 338).
            Hadist di atas berlaku bagi semua unta dan semua orang, tidak dikhusukan bagi Urayinin saja, karena pada seperti dalam kaedah ushul fiqh disebutkan,
العِبرَة بِعُمُومِ اللَّفظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ
“Teks-teks Al Qur’an dan Sunnah itu yang dipakai adalah keumuman lafadhnya, bukan kekhususan sebabnya.”

C.         Fatwa MUI

KEPUTUSAN FATWA MUSYAWARAH NASIONAL VI MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR: 2 / MUNAS VI/MUI/2000
 Tentang PENGGUNAAN ORGAN TUBUH, ARI-ARI, AIR SENI MANUSIA BAGI KEPENTINGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
 Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabi'ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang penggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika, setelah:
 Menimbang:
 a. Bahwa sejumlah obat-obatan dan kosmetika diketahui mengandung unsur atau bahan yang berasal dari organ (bagian) tubuh atau ari-ari (tembuni) manusia;
 b. Bahwa menurut sebagian dokter, urine (air seni) manusia dapat menjadi obat (menyembuhkan) sejumlah jenis penyakit;
 c. Bahwa masyarakat sangat memerlukan penjelasan tentang hokum menggunakan obat-obatan dan kosmetika seperti dimaksudkan di atas;
 d. Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hokum dimaksud untuk dijadikan pedoman.
 Memperhatikan:
 Pendapat dan saran peserta sidang.
 Mengingat:
 1. Firman Allah SWT:"Maka, barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. al-Ma'idah [5]: 3).
 2. Hadist Nabi s.a.w. menyatakan, antara lain:"Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun" (HR. Abu Daud).Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; oleh karena itu, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram" (HR. Abu Daud)Sekelompok orang dari suku 'Urainah datang dan mereka tidak cocok dengan udara Madinah (sehingga mereka jatuh sakit), maka Nabi memerintahkan agar mereka diberi unta perah dan meminum air kencing dan susu unta tersebut..." (HR. AI-Bukhari).
 3. Pendapat sebagian ulama menegaskan:Imam Zuhri (w.124 H) berkata, "Tidak halal meminum air seni manusia karena suatu penyakit yang diderita, sebabitu adalah najis; Allah berfirman: 'Dihalalkan bagi kamu yang baik-baik' (QS. al-Ma'idah [5]: 5)"; dan lbnu Mas'ud (w.32) berkata tentang sakar (minuman keras), "Allah tidak menjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan atasmu" (Riwayat al-Bukhari).
 4. Kaidah Fiqh menegaskan: " Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang ( diharamkan) "

 MEMUTUSKAN
 Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia Tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-ari, dan Air Seni Manusia bagi kepentingan obat - obatan dan kosmetlka
 1. Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
 a. Penggunaan obat obatan adalah mengkonsumsinya sebagai pengobatan, bukan menggunakan obat pada bagian luar tubuh;
 b. penggunaan air seni adalah meminumnya sebagai obat;
 c. Penggunaan kosmetika adalah memakai alat kosmetika pada bagian luar tubuh dengan tujuan perawatan tubuh atau kulit agar tetap atau menjadi baik dan indah;
 d. Dharurat adalah kondisi - kondisi keterdesakan yang bila tidak dilakukan akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia.
 2. Penggunaan obat-obatan yang mengandung atau berasal dari bagian organ manusia Ouz'ul-insan) hukumnya adalah haram.
 3. Penggunaan air seni manusia untuk pengobatan, seperti disebut pada butir 1 b hukumnya adalah haram.
 4. Penggunaan kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian organ manusia hukumnya adalah haram.
 5. Hal - hal tersebut pada butir 2, 3, dan 4 di atas boleh dilakukan dalam keadaan dharurat syar'iyah.
 6. Menghimbau kepada semua pihak agar tidak memproduksi atau menggunakan obat-obatan at au kosmetika yang mengandung unsur bagian organ manusia, atau berobat dengan air seni manusia.
 7. Keputusan fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
 Pimpinan Sidang Pleno :
 Ketua - Prof Umar Shihab

 Sekretaris - Dr. H.M. Din Syamsuddin
 Jakarta, Indonesia.

 Tanggal : 27 Rabi'ul Akhir 1421 H - 30 Juli 2000 M
 MUSYAWARAH NASIONAL VI TAHUN 2000
 MAJELIS ULAMA INDONESIA
Negara asal : Indonesia
Negeri : Jakarta
Badan yang mengisu fatwa : Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Penulis/Ulama : Prof Umar Shihab
Tarikh Diisu : 30 Juli 2000

BAB III
PENUTUP

A.         Kesimpulan

            Menggunakan organ tubuh seperti ari-ari dan air seni untuk kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah haram hukumnya. Hal itu dikemukakan wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah DR. H. Abdullah Salim MA, di Semarang, menanggapi adanya pertanyaan dari warga kota Semarang yang menanyakan masalah status hukum meminum air seni dengan dalih untuk pengobatan.
            Menurut Abdullah Salim, berdasarkan keputusan Fatwa Munas VI MUI Nomor: 2/Munas VI/MUI/2000, tanggal 30 Juli 2000, tentang pengggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah haram.
            Kebijakan tersebut sesuai dengan Firman Allah Swt. dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya antara lain "Maka, barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
            Oleh karena itu, yang dimaksud dengan penggunaan obat adalah mengkonsumsinya sebagai pengobatan, bukan menggunakan obat pada bagian luar. Dengan menyadari seperti itu, maka penggunaan obat-obatan yang mengandung atau berasal dari bagian organ manusia hukumnya adalah haram. Termasuk penggunaan air seni manusia untuk pengobatan, penggunaaan kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian organ manusia hukumnya juga haram.
            Untuk kaum muslimin, tentunya lebih berhati-hati dalam membeli produk-produk yang rawan plasenta, air seni atau pun menggunakan bagian dari organ tubuh manusia lainnya. Dan hal ini tentunya membuat kita lebih waspada lagi, semoga.












DAFTAR PUSTAKA

Zaidan, Abdul Karim. 2008. Al Wajiz, 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupan Sehari-hari. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
https://dreamlandaulah.wordpress.com/page/73/
http://goldenfemale.wordpress.com/2012/08/16/cantik-dengan-kosmetik-halal/
http://joharcom.blogspot.com/2012/11/hukum-penggunaan-organ-tubuh-plasenta.html
http://nawawi1984.blogspot.com/2011/06/penggunaan-organ-tubuh-ari-ari-dan-air.html
http://infad.usim.edu.my/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=2074&newlang=mas
http://www.kamusilmiah.com/kedokteran/fatwa-mui-tentang-penggunaan-plasenta-manusia-untuk-obat-dan-kosmetika/